Foto : Elisa |
Banyak orang yang mungkin
malu ingin berprofesi sebagai petani. Terlihat dari aktivitas dan hiruk pikuk
orang-orang disekeliling kita sibuk mencari lapangan pekerjaan. Ingin bekerja
ke perusahaan inilah, itulah dan ini itu. Rela nganggur di rumah sambil
menunggu panggilan lamaran kerja. Kenapa tidak berfikiran dan berinisiatif
menjadi petani? Atau berwirausaha sendiri selain menjadi petani?
Why? Kenapa begitu pasrah
pada keadaan, dan gigih hanya ketika mencari pekerjaan? Kenapa tidak
berinisiatif menjadi seorang bos? Kenapa mental kita bangga menjadi ajudan?
Sebuah pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya ini adalah konflik yang internal
terhadap diriku sendiri. Mempertanyakan sebenarnya apa yangku cari dan apa yangku
tuju. Prestiskah, ketulusankah atau entah binggung mencari siapa diri ini.
Semakin banyak orang yang
mencari lapangan pekerjaan. Sedangkan wadah yang memberikan pekerjaan terbatas.
Semakin banyak orang yang sibuk, semakin banyak orang yang tidak peduli
terhadap lingkungan sekitar. Hilangnya kepekaan lingkungan inilah yang
mendorong timbulnya berbagai masalah kecil. Mulai dari konsumerisme dan terjadi
kesenjangan.
Konsumerisma karena tidak
memiliki banyak waktu untuk membuat makanan. Langkah tercepat adalah membeli
makanan siap saji. Jangankan membuat makanan, mendidihkan air pun sekarang
tidak sempat. Memilih membeli air kemasan dalam botol. Sisi lain menguntungkan
pihak perusahan, sisi lain membawa masalah berupa pencemaran lingkungan.
Semakin banyak sampah botol bekas.
So? Lalu apa yang bisa kita
lakukan? Gembar-gembor peduli terhadap lingkungan hanya di hari peringatan bumi
saja. Setelahnya, apakah konsisten? Apapun itu, sehari, di hari peringatan bumi
lebih baik daripada tidak sama sekali.
Sedangkan, di hari-hari lain sampah berceceran, menggunung.(Elisa/Irukawa Elisa)
No comments:
Post a Comment